Banyak
dari orang-orang saat ini
menganggap wanita maupun laki-laki yang berusaha menjalankan aturan-aturan
agama islam sudah pasti memahami seluk beluk agama islam itu secara total.
Salah satu contoh, jika ada seorang wanita berkerudung dan asumsi masyarakat
menganggap wanita tersebut sudah pasti baik dan menjalankan aturan-aturan agama
dengan baik pula, namun bila suatu waktu wanita tersebut terlihat melakukan
kesalahan anggaplah berbicara dengan nada tinggi dan kasar atau berbuat curang,
maka mulailah timbul opini dari banyak orang bahwa ternyata wanita tersebut
hanya luarnya saja yang seolah-olah alim namun sikapnya tidak ada bedanya dengan
wanita-wanita awam lainnya, sehingga timbullah opini publik bahwa semua wanita
berkerudung sama saja.
Padahal
jika mereka mau berfikir objektif dan memahami bahwa wanita tersebut hanya
seorang manusia biasa, kemungkinan melakukan kesalahan sangat besar dan
berusaha semaksimal mungkin melakukan hal-hal baik lainnya. Andai mereka juga
berfikir bisa saja wanita tersebut terpengaruh dengan lingkungan sekitar di
mana dia tinggal sehingga imannya down, karena keimanan itu sifatnya
fluktuatif. Bisa juga wanita tersebut ilmu tentang berkomunikasi secara ahsan masih kurang atau belum cukup
mendalami.
Dan
boleh jadi suatu hari nanti wanita tersebut sadar bahwa kesalahan yang dia
lakukan akan diperbaharui.
Sama
juga dengan para dai, aktivis islam, bahkan ulama. Mereka bukan malaikat,
kesalahan yang sebenarnya mereka lakukan secara sengaja maupun tidak, tidak
serta merta men-judge mereka dengan
alasan-alasan yang bersifat subjektif. Sikap kedewasaan, pikiran positif dan
komunikasi yang baik yang semestinya ditempuh untuk mengoreksi mereka.
Akar
permasalahan yang sebenarnya bukan hanya pada kekhilafan semata dari para alim
tersebut, namun ketidakpahaman dari banyak umatlah. Dan pertanyaannya mengapa
umat tidak memahami, itu karena umat (islam) tidak menganggap fardhu ‘ain ilmu agama. Hanya sekedar
pendidikan moral yang boleh jadi
dilaksanakan atau tidak, (ketidakpahaman) Hingga
permasalahan-permasalahan kecil seperti ini malah diperbesarkan. Jika ada
pertanyaan apakah ada keterkaitan antara ilmu agama dengan masalah ini,
tentunya ada yaitu terletak dari mafahim
(persepsi) masyarakat dan sikapnya khususnya umat muslim terhadap muslim
lainnya.
Mereka bukanlah malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan. Jika ia disamakan artinya ia tercipta dari cahaya sudah
pasti tempatnya di surga bukan di bumi, beribadah siang dan malam khusyuk, rukuk
sekian lama, sujud terus menerus.
Nyatanya, ia tercipta dari tanah, andaikata ada seorang
hamba Allah mengharap berada di tempat yang diimpikannya itu, bukan suatu
kesalahan, sama halnya menuju ke sebuah negeri yang subur dari tempat jauh yang
tidak dijangkau oleh orang tersebut, harapannya sudah pasti mengiginkan hal
itu. Sebab apa? Banyak kenikmatan yang akan didapatkan, yang mana ia tidak
merasakan di tempat yang ia naungi saat ini.
Engkau ingin berada di sana, namun amalmu masih harus
ditimbang, maka nasihat sesama saudara muslim adalah bentuk keinginannya untuk
bersama menuju ke sana. Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kau dustakan.