Laman

Anak-Anak Pantai Losari

1 komentar

Sore tadi aku berkesempatan berkunjung ke pantai losari, dengan niat mencari inspirasi atau ide-ide untuk tulisanku. Karena terburu-buru akibatnya aku lupa membawa  buku catatan,  akhirnya aku menuangkan ide di belakang buku bacaanku.

Setiba di tempat tujuan seperti biasa pantai lumayan ramai pada sore hari, saya mencari tempat duduk yang strategis yang mengarah ke laut. Terlihat matahari sudah agak menguning, dengan sigap aku mengeluarkan buku dan pulpen.

Sementara aku sedang asyik menulis tiba-tiba datang tiga sekelompok anak jalanan yang bernyanyi di hadapanku, entah lagu apa yang dinyayikan tapi terdengar lucu, seorang anak berperawakan agak tinggi menggantung gitar dewasa, kontras dengan tubuh kurusnya sementara dua anak lainnya bernyanyi sambil berjoget, nyengir.

Setelah mereka bernyayi mereka maju.

“Kak…,”sambil mengepalkan tangannya.

Tahulah aku mereka meminta bayaran atas jasa nyanyinya. Tapi, aku urung memberikan uang malah menggantinya dengan beberapa pertanyaan yang aku ajukan.

“Nama kamu siapa?” tanyaku

“Rega” kilatnya

“Kamu…”

“Anugerah…,” Jawab si anak bertubuh agak tinggi

“Kamu?” Tanyaku akhir

“Awal…,”

Kalau Anugerah umurnya berapa?”

“13 tahun.”

“Kalau rega berapa umurnya?”

Hmmm…,” pikirnya sambil tertawa

“14 tahun kak!"

iiiii bukan 14 tahun umurnu,,,!” sekah Anugerah

Iyyyo bukan,,,, Topik saja umurnya 14 baru tinggi badannya…” tekan Awal

“Jadi yang benar umur kamu berapa?” tanyaku ulang

Eeee 14 tahunmo de kak…,” jawabnya ragu

“Awal berapa umurnya?"

“12” Jawabnya enteng.

"Kalau besar nanti, apa cita-cita kalian?"

“Saya tentara kak…,” tegas Anugerah
            
“Kalau Rega?”
            
Sambil tertawa sipu,,,dan menjawab “Tidak tahu deee kak…?”
           
“Awal?”
            
Hmmm,,,ndak tahu.”
            
“Masa tidak ada?”
            
“Mahasiswa deee kak…,”
            
“Mahasiswa?” tanyakku balik
            
“Iya…,”
            
"Tahu membaca?"
            
“Iya kak…,” jawab Anugerah
            
Coba baca buku ini?
            
“Ca..haa.yaaa di atas cahaya…”
            
“Kalau yang ini?”
            
“Kecerdaaasan ru..ru haniah…”

Mungkin dengan rasa penasaran yang besar Anugerah dengan cepat mengambil buku yang berada di pangkuanku kemudian dia buka dan mulai membaca.
            
“Puji suukur ke haadirat Alah Azza Wa jalla yang telah memberikan nikmat iman dan islam kepada kita. Saalawat dan salam semoga tercurah kepada Raaasulullah Muhammad es a we…”
Sambil membaca aku tertegun gembira melihatnya, dibandingkan dengan dua temannya hanya Anugerah yang pandai membaca dengan cepat.
            
“Kak uang…” pinta Awal

Sambil tersenyum aku mengeluarkan dompet dan merogoh kocek selembar uang dua ribu rupiah. Sebelum aku memberinya aku berpesan.
            
“Kalian jangan lupa belajar yah…,”
            
Yaa… kak…,” jawabnya serentak   

Akupun melanjutkan tulisanku, selang beberapa menit tiba-tiba datang seorang gadis bertubuh kurus membawa keranjang yang berisi minuman dan berdiri di sampingku. Mungkin dia penasaran apa yang aku lakukan, namun aku hanya terus menulis dan dia juga sibuk memperhatikan tulisanku.
            
Aku menoleh ke samping dan bertanya
            
“Tahu baca buku ini?”
            
“Kalau kutahui ki kak belliki minumanku…?”
            
Sambil tertawa dengan segera aku menyodorkan buku dan menyuruhnya membaca.
           
“Baca!” Pintaku
            
“Kedasan eee kecedasan, ndak kutahuiki kak baca. Ndak bisaka sebutki” 
            
“Coba di eja.”
            
“Ke ce mati r kecer da sa mati n kecerdasan.”
            
“Itu tahu…,”
           
Gadis centil ini hanya tersenyum
            
“Kalau membaca jangan terlalu cepat, di eja dulu…,” Nasehatku

Seperti Anugerah dia dengan cepat mengambil tulisanku dan membacanya namun kali ini berbeda, dia membacanya dengan suara yang hampir tidak terdengar, aku menuggunya sampai selesai membaca. Setelah beberapa menit dia mengembalikan tulisanku dan berlalu.

Bukan hanya empat anak yang datang padaku tapi lebih dari itu, beberapa dari mereka mematung dekat di hadapanku, melihatku sambil menulis, ada juga yang datang dari arah belakang sambil duduk melihat.
Mungkin mereka adalah anak-anak yang sering kita lihat, demi m engisi perut, mereka rela mengais rezeki walau dengan usai yang terpaut masih sangat dini. Beberapa dari kita mengerutkan kening jika mereka mulai mendekat menawarkan barang dagangan atau jasa.

Tetapi alangkah baik jika meluangkan beberapa menit untuk mengajaknya berbicara dan memberinya sedikit nasehat, sebab banyak pelajaran yang dapat dipetik. Seperti pada kasus di atas beberapa anak memiliki rasa keingintahuan yang besar untuk belajar, yang seharusnya bukan tanggung jawab mereka mencari sesuap nasi. Tanggung jawab mereka adalah belajar dan belajar. Namun karena kerasnya hidup, mereka rela membuang tanggung jawabnya.

Hanya dengan meluangkan waktu sekian jam sore tadi, aku bersyukur atas apa yang Allah berikan untukku saat ini.

:)