Laman

Benteng Pertahanan Iman

0 komentar


Di zaman yang penuh dengan kemaksiatan, mabuk-mabukan, judi, mengumbar aurat, free sex, dll, ini adalah realita di masyarakat, tidak boleh di nafikan, kebiasan-kebiasan buruk ini, terkadang memercik pada setiap orang, bahkan orang alim dan sholeh sekalipun.  Memercik adalah permulaan kemudian menuju kepada percobaan. Eroni!

‘Sholeh-sholeh kok merokok?’

‘Jilbaban kok pacaran?’         
                                
Peci dan jilbab dua simbol kesholehan, menurut pandangan masyarakat. Sejatinya penampakan luar bukan di jadikan alasan sebagai bentuk kesholehan, tetapi stigma ini sudah melekat. Siapa yang di salahkan, manusianya atau agamanya? Jelas orangnya.

Tapi bagaimana yang tadinya dia alumni pesantren atau jebolan Al-Azhar, atau aktivis organisasi bermaksiat? Siapa yang disalahkan agamanya atau orangnya? tentu orangnya, bukan agamanya.

Merokok dan pacaran, sholeh maupun awam, masyarakat akan menuduh si sholeh ketimbang awam.

“Munafik.”

Padahal selama seseorang masih mentauhidkan Allah SWT dan mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai rasulnya. Meraka terkena hukum sebagaimana si sholeh. Bukan suatu kewajaran jika awam berbuat dosa, tapi dosanya akan menjadi sebuah kewajaran. Jika sudah seperti itu, kemaksiatan sudah merajalela.

“Tidak apa-apa pacaran yang penting tidak sentuhan.”

“Tidak apa-apa kerudungnya melilit ke leher yang penting pakai.”

Yang penting, yang penting, yang penting ini adalah pandangan pragmatis.

Individualistik, satu kata mewakili sifat umum masyakat saat ini.

“Masalah buat loh.”

Ya, masalah buat gue, lo islam gue islam, sama-sama terkena kewajiban. berjalan dengan berpakaian sexy, masalah buat laki-laki muslim.
Angkuh dengan kelebihan, sakit perasaan saudaramu yang lain.
Berbicara tanpa kontrol, menyinggung orang lain.

            “Ribet.”

Yang ribet hati, bukan aturannya. Ikhlas adalah kata kunci menjalani hukum islam.
Islam mengajarkan umatnya untuk beramal secara kaffah.

“Beramal secara kaffah itu apa?”

Engkau menjalankan hukum-hukum islam secara ikhlas berdasarkan tuntutan surat cinta Allah SWT dan pesan manis Rasulullah SAW.

Pertanyaannya, “Jika saya sudah insaf bagaimana saya mempertahankan keimanan saya?”

Bermajelis bersama orang-orang sholeh, baca Al-Qu’ran, berdzikir, banyak membaca buku islam, saling mengingatkan, serta kegiatan-kegiatan positif lainnya, tapi yang terutama adalah doa, karena ia bagaikan pisau langit yang merobek hijab antara hamba dan TuhanNya.


“Ya Allah, yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu.”

Pesan suci Rasululllah SAW kepada umatnya,