Di zaman yang penuh
dengan kemaksiatan, mabuk-mabukan, judi, mengumbar aurat, free sex, dll, ini
adalah realita di masyarakat, tidak boleh di nafikan, kebiasan-kebiasan buruk
ini, terkadang memercik pada setiap orang, bahkan orang alim dan sholeh
sekalipun. Memercik adalah permulaan
kemudian menuju kepada percobaan. Eroni!
‘Sholeh-sholeh kok merokok?’
‘Jilbaban kok pacaran?’
Peci dan jilbab dua simbol
kesholehan, menurut pandangan masyarakat. Sejatinya penampakan luar bukan di
jadikan alasan sebagai bentuk kesholehan, tetapi stigma ini sudah melekat. Siapa
yang di salahkan, manusianya atau agamanya? Jelas orangnya.
Tapi bagaimana yang
tadinya dia alumni pesantren atau jebolan Al-Azhar, atau aktivis organisasi
bermaksiat? Siapa yang disalahkan agamanya atau orangnya? tentu orangnya, bukan
agamanya.
Merokok dan pacaran,
sholeh maupun awam, masyarakat akan menuduh si sholeh ketimbang awam.
“Munafik.”
Padahal selama seseorang
masih mentauhidkan Allah SWT dan mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai rasulnya. Meraka
terkena hukum sebagaimana si sholeh. Bukan suatu kewajaran jika awam berbuat
dosa, tapi dosanya akan menjadi sebuah kewajaran. Jika sudah seperti itu,
kemaksiatan sudah merajalela.
“Tidak apa-apa pacaran yang penting
tidak sentuhan.”
“Tidak apa-apa kerudungnya melilit
ke leher yang penting pakai.”
Yang
penting, yang penting, yang penting ini adalah pandangan pragmatis.
Individualistik,
satu kata mewakili sifat umum masyakat saat ini.
“Masalah buat loh.”
Ya, masalah buat gue,
lo islam gue islam, sama-sama terkena kewajiban. berjalan dengan berpakaian sexy, masalah buat laki-laki muslim.
Angkuh dengan
kelebihan, sakit perasaan saudaramu yang lain.
Berbicara tanpa kontrol,
menyinggung orang lain.
“Ribet.”
Yang ribet hati, bukan aturannya.
Ikhlas adalah kata kunci menjalani hukum islam.
Islam mengajarkan umatnya
untuk beramal secara kaffah.
“Beramal secara kaffah itu apa?”
Engkau menjalankan hukum-hukum
islam secara ikhlas berdasarkan tuntutan surat cinta Allah SWT dan pesan manis
Rasulullah SAW.
Pertanyaannya,
“Jika saya sudah insaf bagaimana saya
mempertahankan keimanan saya?”
Bermajelis bersama
orang-orang sholeh, baca Al-Qu’ran, berdzikir, banyak membaca buku islam,
saling mengingatkan, serta kegiatan-kegiatan positif lainnya, tapi yang
terutama adalah doa, karena ia bagaikan pisau langit yang merobek hijab antara
hamba dan TuhanNya.
“Ya Allah, yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu.”
Pesan suci Rasululllah
SAW kepada umatnya,