Setiap wanita muslimah pasti mengiginkan pasangan yang layak dijadikan
pemimpin untuk keluarganya kelak, dan secara otomatis ia pasti mencari pasangan
yang sekufu atau terdapat kesamaan dalam dirinya. Hal ini sangat penting untuk
menjaga keharmonisan keluarganya kelak.
Jika berat sebelah, bisa dibayangkan bagaimana kacaunya
keluarga itu, ambil contoh perempuanya begitu taat sementara pihak pria biasa
saja, ataupun sebaliknya, konsekuensi logis berdasarkan Surah An-Nur: 26
"Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan untuk
laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan
perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan
yang baik (pula)…"
Lalu tafsiran keji dan baik itu seperti apa?
Yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah, ini penting sekali melakukan pengkajian melalui halaqah ilmu syar'i (bagusnya rutin), sering membaca buku islami, sering mengaji, sering berdzikir serta amalan lainnya.
Tolak ukurnya itu terdapat pada kekuatan Aqidah seseorang, semakin kuat semakin terlihat pada pengamalan hukum-hukum islam dalam dirinya, semakin lemah hasilnya biasa bahkan nol, contoh: menjaga pandangan tanpa niatan syahwat, interaksi dijaga, tidak menyentuh bukan mahram, berhijab syar'i, berkata baik, menjaga silaturahim, tidak khalwat dan lain sebagainya.
Standar ukurannya juga bisa dilihat dari keluarganya, pepatah “buah jatuh tidak jauh dari
pohonnya” tepat sekali menggambarkan pribadinya, karena rumah adalah
madrasah pertama yang membentuk karakter seseorang.
Lingkungan bergaul, terlihat dari siapa saja temannya, jika temannya
adalah pemabuk = pemabuk, awam = awam, alim = alim, taat = taat, walau tidak
dipungkiri tidak semuanya seperti itu, tetapi ala bisa karena biasa, sekuat
apapun iman, jika tidak ditunjangi teman yang sholeh-sholehah semuanya hanya
semu, karena temanmu adalah agamamu (penanya merasa loh)
Ini standar cinta, semua bermula pada agama selebihnya adalah kriteria-kriteria sekufu lainnya. Sebab tak adil, mengharap perempuan atau pria sholeh, namun tak mensholehkan diri.
Karena pernikahan bukan sekedar menyalurkan hasrat biologis juga sendau gurau antar dua insan saling mencintai, tetapi ia adalah amanah Allah SWT.
Mengutip perkataan Imam Nawawi “Aku mencintaimu karena agama yang ada padamu, jika kau hilangkan agamamu dalam dirimu, hilanglah cintaku padamu."