Sebuah stasiun televisi swasta menayangkan dialog dengan tema Kaum muda memamdang agama dan Negara, sebuah tema yang menarik namun ternyata esensi dari pesan-pesan yang di tayangkan tidaklah semenarik temanya, sisi subjektivitasnya sangat mencolok. Dalam acara dialog terbuka yang dihadiri banyak penonton, sehingga memungkinkan audience yang hadir pada dialog tersebut diharapkan memberikan kontribusi berupa pendapat mereka, walhasil beberapa dari mereka angkat bicara tentang tema tersebut.
Salah seorang laki-laki lanjut usia, di beri kesempatan untuk memberikan pendapatnya tentang isu poligami beliau menimpali bahwa coba Tanyakan wanita mana yang mau di madu, intinya kesan yang bisa di tangkap bahwa beliau menolak poligami. Di lanjutkan pendapat dari salah satu aktivis sekaligus rangkap artis dengan sigap mengatakan poligami mengekang wanita, presenter balik bertanya kemudian bagaimana pendapat anda tentang seks, narkotika, gay dan lesbi, dengan spontan beliau menjawab “saya kira standard masing-masing moral individu berbeda.” Jadi kalau moralnya rendah mereka boleh donk melakuakn seks, narkotika, menghalalkan gay dan lesbi ?
Poligami ditolak dengan dalil HAM, sementara praktek-praktek prostitusi di biarkan tumbuh pesat. Malah ada gerakan kondomisasi, sungguh aneh??
Itu baru satu pemasalahan, isu lain yang di angkat juga mengenai tanggapan kaum muda terhadap politik . Salah satu statement menarik yang di kemukakan menteri pemuda dan olahraga mengenai politik demokrasi, beliau menimpali sewaktu di Tanya oleh presenter mengenai pergantian sistem di Indonesia katanya tingkat perhatian kaum muda terhadap perpolitikan saat ini mulai naik di bandingkan beberapa tahun yang lalu, terbukti dengan adanya isu pergantian sistem. Lah, wong kita memperhatikan perpolitikan bukan berarti kita care terhadap sistem kufur demokrasi, tetapi mencoba mengangkat dan menelanjangi sistem ini, terlihat beliau mencoba memalingkan makna.
Isu lain yang diangkat mengenai kerudung (jilbab), kalkulasi kewajiban berkerudung 38 % dan 28 % tergantung keputusun wanita. Pembicara di tanya mengenai hasil polling ini beliau berkata terlihat dengan jelas sebesar 28 % wanita boleh memilih, sehingga harus di lihat juga sosial culturalnya. Walah, malah semakin ngawur wong ini, pertimbangan lain dalam syariat kamu mau atau tidak harus tunduk dalam islam termasuk dalam pemakaian kerudung.
Inilah dia buah dari pemikiran orang-orang terpengaruh ideologi sekuler-liberal, tidak memandang apakah agama ini menghalalkan atau mengharamkannya. Yang jelas harus di kondisikan di mana kita berpijak sekarang.
Sebenarnya acara itu menampilkan polling dari voice masyarakat tentang tema tersebut, tetapi ini bukan menjadi sumber acuan utama untuk melawan aturan-aturan agama islam, coba dipikir setiap orang akan memberikan persepsi masing-masing terhadap aturan-aturan dalam agama ini, dengan hasil ijtihad masing-masing maka akan menghasilkan beragam keputusan. Dengan buah dari beragamnya keputusan akan lahir pula perilaku-perilaku yang beragam, entah itu dalam koridor agama atau tidak. Jadi penentuan halal dan haramnya sesuatu tergantung di tangan masing-masing orang, bukankah ini menyalahi hukum syara’? bukankah seorang muslim harus selalu dalam bingkai keislamannya? Jadi anda muslim harus taat terhadap hukum agama, sebagai konsekuensi dari syahadatain dan anda yang bukan non muslim silahkan juga menjalankan ritual ibadah kalian.
Di akhir dari acara tersebut di tampilkan polling orientasi terhadap keluarga, sebanyak 94,4% memilih keluarga. Nah, dengan hasil tersebut, bukankah ini telah menjawab secara tidak langsung bahwa kebersamaan keluargalah yang dibutuhkan oleh kebanyakan orang. Pertanyaannya, apakah di tengah-tengah adopsi ideologi barat memungkinkan terwujudnya kedekatan tersebut? Justru tidak karena tuntutan zaman maka mereka harus sibuk dengan masing-masing urusan yang pada akhirnya muncul sifat individualistic. didikan dari keluargalah terutama seorang ibu kepada anak-anaknya hal yang utama, tetapi karena peran ganda seorang ibu mengakibatkan mereka dilema untuk memilih, bahkan ada yang lebih memilih pekerjaan. Hingga lahirlah anak-anak yang kurang terjamahi kasih sayang, akibatnya buta lah sang anak tentang ketaatan kepada orang tua, lalu lahir generasi pembangkang.
Jadi terjadi kontradiksi dari pendapat salah seorang pemateri yang mengatakan kenapa anak-anak lebih memilih curhat kepada temannya daripada kedua orangtuanya?
Hanya kembali kepada penegakan islam secara kaffah dengan sistem yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka problematika umat terkhusus islam akan menjadi terselesaikan dan akan sejahtera. Tegok dan perhatikan dengan seksama kebangkitan umat islam terdahulu pada abad pertengahan, tidakkah kalian rindu?
Salah seorang laki-laki lanjut usia, di beri kesempatan untuk memberikan pendapatnya tentang isu poligami beliau menimpali bahwa coba Tanyakan wanita mana yang mau di madu, intinya kesan yang bisa di tangkap bahwa beliau menolak poligami. Di lanjutkan pendapat dari salah satu aktivis sekaligus rangkap artis dengan sigap mengatakan poligami mengekang wanita, presenter balik bertanya kemudian bagaimana pendapat anda tentang seks, narkotika, gay dan lesbi, dengan spontan beliau menjawab “saya kira standard masing-masing moral individu berbeda.” Jadi kalau moralnya rendah mereka boleh donk melakuakn seks, narkotika, menghalalkan gay dan lesbi ?
Poligami ditolak dengan dalil HAM, sementara praktek-praktek prostitusi di biarkan tumbuh pesat. Malah ada gerakan kondomisasi, sungguh aneh??
Itu baru satu pemasalahan, isu lain yang di angkat juga mengenai tanggapan kaum muda terhadap politik . Salah satu statement menarik yang di kemukakan menteri pemuda dan olahraga mengenai politik demokrasi, beliau menimpali sewaktu di Tanya oleh presenter mengenai pergantian sistem di Indonesia katanya tingkat perhatian kaum muda terhadap perpolitikan saat ini mulai naik di bandingkan beberapa tahun yang lalu, terbukti dengan adanya isu pergantian sistem. Lah, wong kita memperhatikan perpolitikan bukan berarti kita care terhadap sistem kufur demokrasi, tetapi mencoba mengangkat dan menelanjangi sistem ini, terlihat beliau mencoba memalingkan makna.
Isu lain yang diangkat mengenai kerudung (jilbab), kalkulasi kewajiban berkerudung 38 % dan 28 % tergantung keputusun wanita. Pembicara di tanya mengenai hasil polling ini beliau berkata terlihat dengan jelas sebesar 28 % wanita boleh memilih, sehingga harus di lihat juga sosial culturalnya. Walah, malah semakin ngawur wong ini, pertimbangan lain dalam syariat kamu mau atau tidak harus tunduk dalam islam termasuk dalam pemakaian kerudung.
Inilah dia buah dari pemikiran orang-orang terpengaruh ideologi sekuler-liberal, tidak memandang apakah agama ini menghalalkan atau mengharamkannya. Yang jelas harus di kondisikan di mana kita berpijak sekarang.
Sebenarnya acara itu menampilkan polling dari voice masyarakat tentang tema tersebut, tetapi ini bukan menjadi sumber acuan utama untuk melawan aturan-aturan agama islam, coba dipikir setiap orang akan memberikan persepsi masing-masing terhadap aturan-aturan dalam agama ini, dengan hasil ijtihad masing-masing maka akan menghasilkan beragam keputusan. Dengan buah dari beragamnya keputusan akan lahir pula perilaku-perilaku yang beragam, entah itu dalam koridor agama atau tidak. Jadi penentuan halal dan haramnya sesuatu tergantung di tangan masing-masing orang, bukankah ini menyalahi hukum syara’? bukankah seorang muslim harus selalu dalam bingkai keislamannya? Jadi anda muslim harus taat terhadap hukum agama, sebagai konsekuensi dari syahadatain dan anda yang bukan non muslim silahkan juga menjalankan ritual ibadah kalian.
Di akhir dari acara tersebut di tampilkan polling orientasi terhadap keluarga, sebanyak 94,4% memilih keluarga. Nah, dengan hasil tersebut, bukankah ini telah menjawab secara tidak langsung bahwa kebersamaan keluargalah yang dibutuhkan oleh kebanyakan orang. Pertanyaannya, apakah di tengah-tengah adopsi ideologi barat memungkinkan terwujudnya kedekatan tersebut? Justru tidak karena tuntutan zaman maka mereka harus sibuk dengan masing-masing urusan yang pada akhirnya muncul sifat individualistic. didikan dari keluargalah terutama seorang ibu kepada anak-anaknya hal yang utama, tetapi karena peran ganda seorang ibu mengakibatkan mereka dilema untuk memilih, bahkan ada yang lebih memilih pekerjaan. Hingga lahirlah anak-anak yang kurang terjamahi kasih sayang, akibatnya buta lah sang anak tentang ketaatan kepada orang tua, lalu lahir generasi pembangkang.
Jadi terjadi kontradiksi dari pendapat salah seorang pemateri yang mengatakan kenapa anak-anak lebih memilih curhat kepada temannya daripada kedua orangtuanya?
Hanya kembali kepada penegakan islam secara kaffah dengan sistem yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka problematika umat terkhusus islam akan menjadi terselesaikan dan akan sejahtera. Tegok dan perhatikan dengan seksama kebangkitan umat islam terdahulu pada abad pertengahan, tidakkah kalian rindu?
vivi
18 June 2011 at 17:16
setuju :D
penegakan islam secara kaffah....semoga saja :)
Aisyah
20 June 2011 at 18:58
insidewinme
9 June 2012 at 17:40