Apa pasal?
Aku sibuk memperhatikan
gerak-gerik deretan semut-semut yang berjejer rapi dan menyusuri dinding
kamarku. Aku bahkan merekamnya dalam sebuah video di handphone. Memperhatikan
semut-semut kecil itu berbaris dan saling tolong menolong, aku terkesiap lalu
teringat beberapa orang teman-temanku. Semut-semut itu sepertinya menjalin
sebuah keakraban yang begitu hangat. Setiap kali mereka berpapasan dengan
temannya, mereka berhenti sejenak. Aku sendiri tidak tahu apa yang mereka
lakukan karena aku tak memiliki kemampuan Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam yang
bisa berbicara dengan hewan. Aku mendunga banyak hal setelah mengamatinya lebih
dekat, bahkan suatu waktu menggunakan sebuah kaca pembesar untuk memperhatikan
gerakannya.
Mereka sepertinya
bersalaman dan sekedar bertegur sapa. Apa katanya?
Jangan tanya aku, Kawan.
Aku tidak mengerti.
Mereka menjalin
kekeluargaan dengan baik. Memperhatikan mereka hidup dalam suasana kekeluargaan
yang hangat, membuatku rindu akan beberapa teman-temanku yang belakangan mulai
sibuk tergerus masa. Tak ada yang mengirimiku pesan hari ini, namun aku
memaklumi kesibukan mereka masing-masing. Kesibukan mereka bukanlah bumerang
untukku dan alasan agar membuatku jauh dari mereka.
Maka
akan kusebutkan mereka satu persatu.
Dia adalah Arifah. Teman
seperjuanganku semasa SMA. Hingga kini aku masih sering bertemu dengannya,
bahkan terkadang kami menghabiskan waktu berdua melepas penat dengan berjalan-jalan
ke pantai atau sekedar makan es krim bersama. Ia adalah partner terbaik yang
pernah kudapati. Bersamanya, aku tak ragu melangkahkan kakiku. Saat susahpun,
meski ia tak memberiku sedikit solusi, ia mau mendengar celotehku yang panjang
tanpa mengeluh. Dia juga memiliki tabiat yang hampir sama denganku. Sama-sama
suka balapan dan kecelakaan motor. Tabiat yang kurang bagus memang, namun kami
bisa bekerja satu tim dengan baik. Melengkapi kekurangan masing-masing dan
mengimbangi karakterku yang cenderung meledak-ledak dan out of
control dengan sifatnya yang cenderung tenang layaknya seorang kakak.
Aku selalu memanggilnya dengan sebutan “Onee-Chan” yang dalam bahasa Jepang
berarti Kakak Perempuan.
Jika bertanya siapa sosok
yang paling cool diantara kami. Dia adalah Hilya. Sosok dingin
dan pendiam. Berbicara seperlunya saja, namun murah senyum. Pandai dalam
pelajaran Biologi dan tak sungkan-sungkan mengajar. Dia paling anti memberikan
buku LKS atau lembar jawabannya jika ujian berlangsung. Tak heran beberapa dari
teman kami tak akan pernah mau lagi meminta jawaban padanya kecuali benar-benar
terdesak. Namun, jangan ditanya kebaikan hatinya. Selama masih mampu menolong,
dengan sepenuh hati akan ia kerjakan. Sifat yang paling menonjol yang ia miliki
adalah amanah. Pantang baginya untuk meninggalkan amanah yang telah diberikan.
Kalau masalah
kecewek-cewekan, dia ratunya. Dia adalah Raihanah. Pokoknya dia yang
paling kinyis-kinyis diantara semuanya. Ah, dia paling bisa
pelajaran matematika. Satu pelajaran yang kadang membuat rambut dikepalaku mau
lepas semua. Beruntunglah, kami punya dia. Ada yang mengimbangi. Selalu ada hal
yang membuatku gemas padanya, pipinya yang tembem kadang membuatku ingin
meremas kedua pipinya hingga memerah. Makanan kesukaannya sepanjang masa adalah
bakso. Ber-Trio dengan Khairunnisa dan Rifda.
Si lucu yang satu ini
namanya Khairunnisa. Ekspresi, mimik, hingga cerita-ceritanya tak jarang
mengocok perut. Aku ingat sekali sifatnya yang kadang perfeksionis dalam
berbagai hal. Tak jarang aku sendiri merasa bersalah jika aku terlambat
mengerjakan pekerjaan kelompok saat aku dan dirinya berada dalam satu kelompok
belajar. Satu hal yang menonjol padanya, ia begitu pandai mengontrol perilaku
dan mengasah logikanya. Salah sedikit, boleh jadi dapat kritik.
Jika bertanya siapa yang
paling polos, nah dialah Rifda. Lucu. Ada Rifda, selalu ada Khairunnisa dan
Raihanah. Masalah hitungan anggaran belanja, dia jagonya. Segala macam tetek
bengek perabotan Mushallah dan anggaran belanja, yang bagi beberapa dari kami
tak pernah tahu belajar berhemat, dia tampil sebagai sosok akuntan yang handal
meski tidak professional.
Namanya indah, Luthfiah.
Selembut orangnya. Dibalik perangainya yang pendiam, tersembunyi sosok cerdas
dan ramah. Dia selama dua tahun berturut-turut menjadi pemimpin kami semua. Tak
perlu diceritakan bagaimana model pemimpin harapan, padanyalah kami menemukan
apa yang kami harapkan. Bijak adalah modal besar yang dimilikinya yang hingga
kini masih sulit kutemukan pada orang-orang disekelilingku.
Namun, kami takkan bisa
bersama seperti itu tanpa ada tangan-tangan yang membantu kami menjadi satu.
Merekalah generasi-generasi awal kami di Rohis, pada mereka kami berterima
kasih, karena lewat tangan merekalah Allah menitipkan hidayah kepada kami.
Mereka tak lain adalah Masyitha, ‘Aisyah, Iffah, dan kawan-kawannya. Sosok
manis, lembut, pengertian, dan tak pernah sungkan menolong kami dalam berbagai
hal.
Disudut kota indah ini,
mereka kutemukan sebagai mozaik-mozaik hidupku yang harus kurangkai hingga
menjadi sebuah bentuk utuh diriku yang sesungguhnya. Disudut kota itulah,
berdiri sebuah bangunan sederhana yang disebut Mushallah sebagai tempat
bermulanya metamorfisis kami menjadi lebih baik. Disanalah semua kisah kami
dimulai.
Kisah tentang senyum,
bahagia, dan tawa…
Kisah tentang luka, pedih,
tangis, juga air mata…
Semuanya ada disana.
Disalah satu sudut sekolah tercinta kami. tertoreh banyak kisah yang hingga
kini selalu membekas dan terpatri dalam sanubari.
Tersimpan dengan apik
didalam Bank Kenangan yang kami miliki masing-masing. Kini,
suara mereka masih mampu terdengar meski mereka berada jauh dariku.
Mengingati mereka,
senyumnya, tawa, dan candanya. Semuanya kadang menyisakan sedikit genangan air
dipelupuk mataku.
Ikatan itu terlalu kuat
jika harus dipaksa putus.
Karena Allah yang mengikat
kami..
Karena Allah yang
menjadikan hati-hati kami terikat satu dengan yang lainnya.
Menjadikan ibadah-ibadah
mereka sebagai tolak ukur dalam meningkatkan ibadah kami.
Menjadikan senyum dan
semangatnya sebagai energi baru dikala putus asa melanda.
Menjadikan air mata
kepedihan mereka sebagai air mata kami tatkala mereka diuji.
Menjadikan raut bahagia
mereka yang telah lulus ujian sebagai bahagia dan haru kami.
Menjadikan beratnya ujian
mereka sebagai cerminan bahwa ujian yang kami miliki belum seberapa
dibandingkan dengan ujian mereka yang lebih berat, namun mereka masih berusaha
berjuang..
Rabbi,
pada-Mu kami memohon agar persaudaraan kami terjaga hingga akhir masa.
Kepada-Mu kami meminta
kawan-kawan akrab yang mengingatkan kami untuk senantiasa Penuh
Semangat dalam Menapaki Kebaikan..
Kepada-Mu kami meminta
sahabat karib yang pada Hari Perhitungan-Mu tak menjadi seteru-seteru kami..
Rabbi, pada-Mu
kutitipkan mereka..
Jaga mereka..
Rengkuh mereka dalam dekap
erat-Mu..
Tautkan hati-hati kami
untuk senantiasa saling mencintai karena-Mu..
Aamiin.
Bumi Allah, 13 Juli 2012
NB : Di tulis oleh Khadijah, adikku yang aktifnya bukan main hehehe, seperjuangan mengembang da'wah di SMA ku dulu, Uhibbukum Fillah