Laman

Monday, August 19, 2013

Lumpuh Setengah Badan

Sebenarnya bukan badan secara fisik yang lumpuh namun jiwa seakan lumpuh hingga refleksinya melingkupi setengah badan. Tubuh seakan terpaksa sulit bergerak, namun di sisi lain ia mampu bergerak atas perintah jiwa yang sedang terasa sakit juga. Alasan kedua-duanya terasa sulit bekerja sebagaimana semestinya, karena orang yang dicintai di dunia, yang menjadi satu-satunya tumpuan kesuksesan, dari doa-doanya mampu menyelamatkan dari kesusahan dunia maupun akhirat, yaitu mama.

Mama tidaklah sakit seberat para manusia yang mesti ditahan dalam rumah-rumah para pesakit, juga bukan harus stay on bed setiap saat, dengan berjubel obat-obat di samping kanan kirinya lalu para pria dan wanita berseragam putih setiap saat menyambangi siang maupun malam ditemani selembar cek kontrol. Penyakit yang diderita hanyalah gejala umum, flu. Semua pernah mengalaminya tanpa pandang bulu, baik bayi, remaja dan dewasa. 

Penyakitnya simple memang, tapi setiap keluhan yang ia lontarkan atas sakitnya, setiap hempasan nafas akibat ngos-ngosan, serta batuk dahak tak terhitung mengaung di telinga, bagai peralatan tempur para prajurit artileri menghujam jiwa, meninggalkan bekas luka yang lebar yang tak akan hilang. Rasa worry yang berlebihan seakan merayap tubuh, pikiran-pikiran nakal memenuhi otak, padahal sekali lagi itu hanyalah gejala umum. Beratus untaian kata-kata penenang telah dilontarkan, berbagai situs-situs berisi materi flu telah dibaca, berbagai curhatan telah disampaikan namun, pendukung-pendukung penenang hati itu tidaklah semudah untuk hilang.  

Kamu tahu? keluhan dan keluhan itulah yang tak tertahan. Kalimat 'banyak urusan tertunda karena sakit, mau ke pernikahan, mau mengurus sesuatu, mau mengatur rumah, mau menjamu dan mau-mau lainnya.' Telinga memerah sebab tak sanggup memfilter jernih, apa yang harus dilakukan? menggantikan posisi! tapi tangan dan kaki hanya sepasang, itupun kecil-kecil. Bagai memeluk gunung apa daya tangan tak sampai. Tapi, satu hal pasti diusahakan. 

Biasanya lelucon lelucon dilontarkan dengan sengaja hingga gelak tawa sering terdengar, sharing informasi di ruang tidur utama, curhat masalah kantor, kampus, serta kegiatan-kegiatan lain, lalu masing-masing diberi solusi positif. Tapi saat ini semua terasa hambar, tidaklah lively seperti biasanya, kebahagiaan serasa dicabut, kegembiraan menjauh. Kerinduan masa-masa itu ingin segera berbalik secepatnya tanpa adanya luka, terdengar egois memang, tapi itulah manusia sumber keegoisan, karena harapan tidak ada yang mengharamkan. 

Kalau banyak orang berkata ini ikatan batin. Yah, ikatan yang tetap tidak akan terlekang zaman, sedikit apapun luka, sakitnya akan terpercik, yang terpercik setengah lumpuh bahkan seluruhnya. Jika sudah demikian, maka segala daya dan kekuatan untuk bekerja terkuras habis akibat jiwa terluka. Pikiran tidak lagi fokus mengerjakan yang sifatnya private, walau urusan sepenting apapun otak masih memenuhi kalimat 'bagaimana kondisi mama?' 

Jika sumber kemakbulan doa sedang sakit, maka kemakbulan doa ke dua menjadi cabang untuk menghilangkan rasa sakit itu. Sebagai anak yang telah meneliti dan meniti sirah Uwais Al-Qarni, maka sudah menjadi kewajiban untuk merawat, juga memberi perhatian sebagaimana dulu fisik ini sakit. 

1 comment: